Setiap manusia telah Allah bekali potensi salah satunya akal. Wajar jika setiap manusia memiliki cara berpikirnya masing-masing. Karena itulah, pertentangan menjadi hal yang lumrah terjadi. Tapi manusia hidup dengan takdirnya yang tak bisa lepas dari manusia lainnya. Menjadi keharusan untuk mencari jembatan yang akan mempersatukan manusia satu dengan lainnya. Lalu jembatan seperti apa? Jembatan akidah dan akhlaq. Akhlaq ini meliputi empati, rendah hati, saling menghargai, berbaik sangka, kepercayaan, sikap positif, dan hubungan kemanusiaan lainnya. Jembatan ini pula lah yang akan menjadi sarana transportasi pemikiran manusia satu dengan manusia lainnya. Tentunya kedua sisi jembatan harus terbuka. Jika salah satunya tertutup, maka akan sama saja.
Hai! Aku Syi’ra. Aku mungkin sedikit berbeda dari orang kebanyakan. Cara
berpikirku seringkali sulit dipahami atau diterima orang pada umumnya. Mengapa?
Apa ada yang salah dengan syaraf di otakku? Apa ada kelainan tertentu yang
terjadi padaku? Apa aku menderita gangguan mental? Jawaban untuk semua itu
alhamdulillah, tidak. Aku terlahir dalam kondisi sehat jiwa, raga, mental dan
sebagainya begitu pun hingga hari ini. Lalu apa maksudnya?
Jika aku dihadapkan pada suatu permasalahan, aku akan melihat dari sisi A,
B, C tergantung dari permasalahan tersebut melibatkan berapa pihak. Aku akan
membaca ruang-ruang pandang mana yang didiami pihak-pihak tersebut sehingga aku
dapat mengetahui cara berpikir pihak A, B, C dan seterusnya. Selanjutnya untuk
menentukan benar dan salah suatu permasalahan, harus ada standar benar dan
salah yang baku, jelas, yang tidak bisa digugat oleh pihak-pihak tersebut.
Setelah itu tentu yang harus dimenangkan adalah yang benar sekalipun itu
terlihat menyakitkan atau terlihat tidak baik untuk saat itu. Jika permasalahan
tersebut membutuhkan solusi, maka perlu ada goal
yang jelas dari masalah tersebut dan baiknya berpengaruh dalam jangka panjang.
Jika semua sudah menjadi nyata, bukankah solusinya bisa didapatkan?
Paragraf di atas terlihat memusingkan, aku akan berikan contohnya. Di waktu
yang lalu, aku dihadapkan pada masalah seorang teman, sebut saja ‘Keripik’, dia
lulus percobaan dan terancam drop out
(DO). Mengapa keripik? Hanya tiba-tiba terlintas saja, mungkin aku lapar, tidak
ada maksud dibaliknya. Sebagai teman yang solid, ketua angkatanku dan
teman-temanku menemui dosen terkait untuk melakukan negosiasi dan meminta
kesempatan perbaikan. Temanku, Keripik ini, sudah beberapa semester kurang
baik. Kurang baik dari segi apa? Kehadiran di kelas, pengerjaan tugas dan
pengumpulannya, semangat kuliahnya yang menurun, dan lainnya sehingga yang
sebelumnya indeks prestasinya baik-baik saja, bagus, menjadi menurun. Temanku
ini termasuk yang sangat tertutup tentang pribadinya. Saat masa ujian selesai,
biasanya kami sebagai mahasiswa, tetap rutin ke kampus untuk memantau nilai
kami masing-masing. Saat itu, temanku Keripik yang bukan orang asli kota dimana
kami kuliah, langsung terbang kembali ke kampung halamannya begitu masa ujian
selesai. Dosenku merasa tidak ada i’tikad baik dari temanku Keripik ini untuk
menghadap dan sebagainya. Justru ketua angkatanku dan temanku yang lainlah yang
menemui dosen tersebut dan Keripik tidak mau kembali ke kota kami kuliah,
selanjutnya sebut saja ‘Kota Bakso’. Anggap saja kali ini kita ada di dunia
makanan. Pemahamanku terhadap Keripik, alasannya karena jarak yang cukup jauh
dan biaya yang lumayan.
Singkat cerita, hasil negosiasi ketua angkatanku dan teman-temanku yang
lainnya, dapatlah Keripik keringanan. Ada satu mata kuliah dimana dosen terkait
berkenan untuk Keripik melakukan ujian ulang atau perbaikan dengan syarat
Keripik mau ke Kota Bakso. Ringkasnya, dilakukan negosiasi lagi hingga ujian bisa
dilakukan online. Teman-temanku berstrategi untuk membantu Keripik saat ujian.
Jadi, Keripik akan terhubung 2 jalur. Pertama ujian online, di waktu bersamaan,
di jalur lain ada teman-teman yang siap bantu Keripik untuk mengerjakan soal
ujian yang Keripik rasa tidak bisa. Waktu yang ditentukan untuk ujian masih ada
sekitar seminggu lagi. Aku yang tidak setuju dengan kesepakatan ini bersuara
yang intinya menyatakan aku tidak setuju, jika kita peduli dengan Keripik, yang
harus kita bantu adalah menguatkan mental Keripik (perlu diketahui, jurusan
kami merupakan jurusan yang cukup sulit, saya tidak akan sebutkan), bantu bukan
saat ujian tapi selama waktu seminggu yang ada ini, kita bantu Keripik untuk
mempersiapkan ujian. Materi mana yang belum dipahami, kita bantu belajarnya
hingga ke cara menyelesaikan soal-soalnya. Karena dunia yang sebenarnya harus
dihadapi adalah ketika sudah lulus nanti. Dunia kerja, dimana teman-teman yang sepeduli
saat ini belum tentu ada. Kita harus bisa bertanggung jawab sendiri terhadap
gelar yang nanti kita sandang. Kita harus punya mental yang kuat untuk
menghadapi tantangan yang jauh lebih besar di depan. Lebih jauhnya lagi,
bagaimanapun, itu tindakan curang dan tidak benar. Selalu ada ganjaran atas apa
yang kita lakukan, baik ataupun buruk, benar ataupun salah. Kelak, di peradilan
kita, yaitu setelah tak lagi di dunia ini, kecurangan ini akan berkontribusi
terhadap timbangan amalan kita. Jika kita bisa tidak melakukan dosa, kenapa
kita melakukannya? Tidak ada manusia yang sanggup menahan kejamnya siksa kubur
dan panasnya api neraka.
Saat itu, belum selesai penjelasanku, teman-teman sudah bubar jalan pergi
meninggalkanku. Hari berikutnya tidak ada dari mereka yang mau kuajak bicara,
aku diabaikan. Awalnya aku tidak mengerti mengapa aku seolah dianggap tidak ada
hingga aku tahu alasannya. Mereka berpikir bahwa aku tidak peduli dengan teman.
Bukan, mereka salah memahami maksudku. Apa dari uraian pemikiranku di atas, ada
rasa tidak peduliku pada Keripik dan teman-temanku yang lainnya? Dalam kasus
ini, goal-nya jelas membantu Keripik.
Solusinya? Sudah aku uraikan di atas sesuai dengan cara berpikirku yang
menurutku terbaik untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Kurang lebih begitulah salah satu contoh uraian tentang cara berpikirku
yang seringkali tampak kejam dan tidak peduli, tapi sungguh aku tidak berniat
seperti itu dan justru yang kupikirkan adalah terbaik untuk semua. Bagaimana
menurut kalian?
Bandung, 25 Desember 2016
Pukul 2:52 AM GMT+7 Jakarta
-Syi’ra.AHM-
0 komentar:
Post a Comment